Peran Calon Pendidik Menghadapi
Generasi Alpha
Oleh : Rizky Ameylia Salma
Apa itu generasi
alpha? Generasi alpha adalah generasi yang lahir di tahun 2011-2025. Generasi
alpha sendiri adalah generasi yang lahir saat teknologi informasi sudah
berkembang pesat dan merata yang menjadikan generasi ini adalah generasi
tepintar karena kemajuan teknologi dan cara berkomunikasi mereka akan berubah.
Diprediksi generasi alpha akan menjadi orang-orang cerdas yang paling terdidik,
khususnya pada era teknologi. Akan tetapi generasi alpha ini juga diprediksi
akan mengalami kesepian karena jumlah saudara yang sedikit dan lebih banyak
berinteraksi melalui teknologi.
Pada kenyataannya,
generasi alpha memang sudah pandai dalam hal teknologi. Contohnya dalam
penggunaan handphone. Anak usia 1 tahun atau lebih sudah pandai mengoperasikan
handphone, menggeser-geser touchscreen, memainkan permaian, atau memutar
lagu-lagu yang ada di handphone tanpa dibimbing sebelumnya.
Dalam menghadapi
ini, sebagai calon seorang pendidik dari generasi Z (lahir pada tahun
1995-2010) kita harus mengimbangi calon peserta didik kita (generasi alpha).
Mendidik anak memang seharusnya sesuai jamannya. Jika sekarang jaman teknologi
informasi maka hal itu tidak bisa dihindari. Melarang mereka menggunakan
teknologi informasi sama saja dengan membuat mereka tidak bisa bersaing dengan
generasinya. Saat ini saja, modul belajar, sumber pengajaran dan tugas sekolah
memerlukan internet untuk melengkapi yang tidak ada di buku pegangan.
Metode belajar anak generasi Alpha
ini tentunya juga berbeda dengan generasi sebelumnya karena mereka sudah lebih
dulu melek dengan teknologi informasi di usia dini. Jika dulu mengajak anak
belajar itu lewat metode ceramah, tapi untuk generasi alpha metode itu hanya
membuatnya bosan. Mereka bisa mencari berbagai sumber informasi lewat internet
sehingga stimulasi yang dilakukan harusnya mengajak diskusi anak mengenai
pemecahan masalah dan menanyakan ide mereka tentang solusi dari masalah itu.
Kita sebagai calon orangtuanya
disekolah harus mengimbangi kemampuan kita dalam hal teknologi (melek
teknologi). Karena, jika tidak kita akan kewalahan dalam mengajar karena metode
belajar harus menarik agar membuat mereka semangat dalam belajar dan ridak
mudah mudah bosan. Kita dari generasi bisa memanfaatkan teknologi yang sudah
ada atau meng-upgrade kemapuan kita sebagai sumber referensi bahan ajar dan
sumber lainnya. Kita juga bisa memanfaatkan media sosial untuk bertukar pikiran
dengan teman guru lainnya agar bisa memunculkan ide/metode baru untuk mengajar.
Seperti yang telah dituliskan di
atas, jika dulu mengajar lewat metode ceramah, maka akan membuatnya bosen. Oleh
karena itu, kita harus bisa membuat bahan ajar berbentuk 3D dari powerpoint
dalam pembelajaran. Pembuatan powerpoint yang menarik, juga akan mempengaruhi
siswa dalam belajar. Jika powerpoint yang kita buat kurang menarik perhatian
mereka, maka akan membuat mereka bosan belajar. Sebaliknya, jika powerpoint
yang kita buat menarik, maka mereka akan lebih semangat dalam belajar.
Selain powerpoint, kita juga dapat
membuat peta pikiran atau mind mapping. Kenapa? Selain mudah dalam hal
pembuatan, peta pikiran ini akan sangat membantu dalam mengingat. Mereka pasti
akan mudah mengingat pelajaran yang diberikan melalui peta pikiran. Tetapi
pembuatan peta pikiran ini harus menarik, karena generasi alpha menyukai
hal-hal yang menarik.
Pada
intinya, pertama, kita calon pendidik dari generasi Z harus lebih pandai
memanfaatkan teknologi yang ada sebagai bekal mengajar generasi alpha yang
lebih canggih daripada kita. Kita sebisa mungkin harus memanfaatkan teknologi
ini untuk mencari ilmu, berbagi ilmu dengan teman lainnya agar kemampuan kita
dalam hal teknologi semakin ter-upgrade. Dengan langkah ini, orangtua atau pun
guru menjadi setara dengan si anak generasi alpha dan nyambung dengan kemampuan
si anak.
Kedua,
memberikan keseimbangan kepada anak. Menurut para ahli aneka gadget hanya akan
membuat salah satu sisi otak manusia yang terstimulasi. Padahal seharusnya
kedua belahan otak, baik belahan otak kanan maupun kiri distimulasi secara
seimbang. Cara menyeimbangkannya antara lain dengan melibatkan anak-anak dalam
kegiatan seni, seperti melukis, menari, musik dan lain sebagainya.
Ketiga,
menumbuhkan kebersamaan si anak dalam keluarga. Kita tidak boleh membiarkan anak
berlarut-larut dalam kesendirian dan terlalu akrab dengan gadget-nya. Oleh
karena itu orang tua harus menciptakan suasana yang hangat dalam keluarga
sehingga anak menjadi pribadi yang peduli, dan senang bersosialisasi dengan
orang lain.